June 7, 2016

Greenland Forest Park, sekarang...

Memang saat ini kita harus lebihberhati-hati dalam memilih perumahan, dengan melihat latarbelakang pengembang perumahan tersebut. Setelah sebelumnya sempat melakukan review terhadap perumahan Greenland Forest Park yang memiliki konsep pengembangan perumahan yang bagus (baca : review-perumahan-greenland-forest-park) , ternyata perwujudan konsepnya tidak seindah janjinya. Berikut saya copas surat pembaca yang sempat dipublish melalui radar banten dan banten pos (foto diperbaharui dengan foto hasil jepretan warga):


Relife Property Group, Penghargaan, dan Kenyataan

Surat Pembaca
Editor Kiki Fauzi - Minggu, 5 Juni 2016 10:11



Sejauh ini, relief property group telah banyak mengembangkan sayapnya di beberapa kota di Indonesia melalui pembangunan kawasan-kawasan perumahan dengan konsep yang berbeda, yang menghantarkannya pada beberapa penghargaan bergengsi seperti Indocement Award (2014), ataupun Property Indonesia Award 2014 dari Majalah Property Indonesia. Konsep yang ditawarkan oleh pengembang relief cukup unik dengan desain yang community-friendly, seperti yang saya dan istri saya lihat di Perumahan Greenland Forest Park Tahap I di Bojongsari,Sawangan, Depok, hingga kami memutuskan untuk membeli salah satu unitnya sesaat sebelum jadwal pernikahan kami, yang kemudian diatasnamakan menggunakan nama istri saya. Proses pembelian sampai dengan serah terima unit yang kami ambil melalui KPR ini pun melewati berbagai kisah drama yang dimulai dengan tuntutan awal kami terhadap spesifikasi rumah yang kurang baik seperti cat yang tidak rata, keran taman yang bocor, pemasangan keramik yang “kopong”, hingga perlu beberapa kali dilakukan perbaikan.



Setelah membeli pada Tahun 2011, kami mulai menempati rumah kami pada Tahun 2014. Satu persatu permasalahan mulai muncul. Kami, dalam hal ini adalah saya dan istri, bukanlah orang yang cukup banyak mengerti mengenai konstruksi bangunan atau gedung. Beberapa kali rumah kami mengalami masalah mulai dari kebocoran atap, atau saluran pembuangan yang meluap. Sembari memperbaiki, kami belajar dan mengetahui bahwa terlalu banyak spesifikasi yang tidak sesuai pada rumah kami yang tidak sesuai dengan spesifikasi konstruksi yang dijanjikan.


Saat memperbaiki atap yang bocor, kami mengetahui bahwa ternyata fondasi, tembok, hingga rangka atap kami dengan rumah disebelah kami dijadikan satu. Menurut berbagai sumber, ini akan menjadi masalah tersendiri pada saat nantinya kita merubah bentuk rumah karena akan berakibat langsung pada unit disebelah rumah kita. Sebagian penjelasan yang disampaikan setidak-tidaknya juga menjawab mengapa suara dari tetangga seringkali terdengar keras hingga ke rumah kami, belum termasuk apabila tetangga kita memaku tembok yang berdampingan dengan kita.



Tidak lama, luapan pada saluran pembuangan memaksa kami untuk melakukan perbaikan dengan membongkar lantai dan melacak saluran yang mampat. Namun bukan saluran mampat yang kami temukan, melainkan saluran pembuangan yang tidak sampai dengan saluran drainase/bak penampung. Dan ternyata, permasalahan seperti ini tidak hanya terjadi pada rumah saya, namun juga pada tetangga-tetangga saya yang lain.



Dan permasalahan yang kami alami ternyata tidak berhenti disitu. Seiring berjalannya waktu, saya dan katakanlah, beberapa orang di lingkungan kami mulai mempertanyakan terkait fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dijanjikan pad kami saat marketing melalui maket dan brosur. Maket dan brosur yang membuat kami saat itu berpikir betapa cantik dan lengkapnya desain perumahan ini! Fasilitas yang lengkap, ada kolam renang, lapangan tenis, foodcourt, pedestrian yang saling terintegrasi dengan tutupan kanopi yang cantik, playground untuk anak-anak kami, taman dan vegetasi yang menambah keindahan perumahan ini, perpustakaan, dan banyak fasilitas lainnya.


Sedikit banyak saya sudah mulai membayangkan tinggal di kawasan yang nyaman dengan fasilitas sarana prasarana yang cukup lengkap sesuai dengan brosur yang pernah ditawarkan. Kami sempat berandai-andai untuk bermain tenis sekeluarga pada hari libur – saya bukanlah pemain tenis yang intens bermain atau handal, namun bermain tenis merupakan hiburan sendiri buat saya-. Alangkah kagetnya kami ternyata lapangan tenis yang kami bayangkan sudah berubah menjadi lapangan bulutangkis. Usut punya usut, ternyata pihak pengembang telah melakukan kesepakatan dengan perwakilan warga (saya kurang tau warga yang mana karena kami sebagai pembeli juga tidak pernah diajak komunikasi), untuk merubah lapangan tennis menjadi lapangan badminton. Saya kurang paham tentang hal ini, tapi alangkah kurang bijaknya apabila kita mempunyai piutang, namun diputuskan penyelesaiannya oleh pihak lain tanpa sepengetahuan kita. Dan dalam kasus ini, setiap janji pemasaran terkait masterplan yang ditunjukkan kepada saya, kepada kami, adalah piutang pihak pengembang kepada kami semua selaku pembeli! Bahkan saya dan istri tidak ingat pernah menyerahkan kuasa atas persetujuan saya ataupun istri saya kepada siapapun!


Bahkan, setelah 5 tahun, baru sebagian dari seluruh fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibangun. Tidak pernah ada kejelasan terkait pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial. Pihak pengembang pun menyalahkan kondisi warga karena belum sepakat terkait pembangunan fasilitas lainnya. Saya dan beberapa orang lainnya mulai bertanya-tanya, kenapa harus disepakati lagi? Bukankah pihak pengembang sudah memiliki masterplan pembangunan yang menjadi dasar dikeluarkannya izin pembangunan perumahan, yang menjadi bahan promosi dan janji kepada kami, yang sebtulnya tidak memerlukan izin dari warga untuk membangun karena itu termasuk dalam poin spesifikasi perumahan yang mereka jual???



Sungguh kami tak habis pikir. Bahkan setelah sekian lama, pembangunan ini tidak dilaksanakan, bahkan jadi muncul perjanjian-perjanjian lainnya dengan sebagian warga yang dianggap telah mewakili seluruh pembeli?? Saya yang tidak pernah tau banyak tentang ini bahkan yakin kalau hak kami sebagai individu pun dilindungi oleh undang-undang! Berapa banyak kerugian yang diakibatkan oleh tidak dibangunnya sebagaian fasilitas umum fasilitas sosial yang dijanjikan…sungguh apabila kita hitung dari financial opportunity lost dengan hanya mempertimbangkan nilai investasi terhadap fasilitas dikalikan dengan jumlah bunga rata-rata deposito 6% pertahun sudah mencapai lebih dari 30% dari nilai total investasi sarana prasarana yang dibangun! Belum lagi dari sisi kerugian lost terhadap perbedaan nilai lahan, nilai manfaat yang hilang, dan sebagainya!


Sejauh ini pihak Relife selaku pengembang di Perumahan Greenland Forestpark belum membangun :
(1) Function Hall,
(2) Perpustakaan/taman baca,
(3) Area Foodcourt,


serta beberapa fasilitas pendukung seperti
(1) Shelter Bike,
(2) Signage seperti papan penunjuk jalan,
(3) Lanskap taman Greenland,
(4) Papan Peta Greenland di 4 titik,
(5) Lampu taman dan penerangan , serta
(6) canopy pada pedestrian di beberapa titik,


seperti yang ditunjukkan kepada kami melalui brosur ,maket dan video, Video berikut dapat mewakili janji yang diberikan oleh Relife kepada kami :


Kami sungguh meminta pihak pengembang untuk dapat mewujudkan perumahan ini sesuai janji yang diberikan kepada kami, dan tidak dengan membuat perjanjian-perjanjian baru lainnya dengan perangkat RW atau RT yang bahkan saya tidak tau apakah kesekatan itu layak mewakili hak atas pengubahan kesepakatan antara relief selaku pengembang dan pihak yang melakukan pemasaran, dengan kami selaku pembeli? Kami membeli, diantaranya karena fasilitas fasilitas yang ditawarkan! Atau hanya karena hal simple seperti, Lapangan Tenis! Maka wujudkan fasilitas-fasilitas yang telah dijanjikan!


Muhammad Amin Cakrawijaya, S.T.,M.T






No comments:

Post a Comment

diharapkan dapat meninggalkan identitas untuk comment : facebook/blog/personal webpage/email etc. :) and thanx for ur comment :)